Mengapa Perempuan Dilarang Poliandri?

Dalam masyarakat sosial, pastinya kamu mengenal istilah poligami dan poliandri sebagai salah satu jenis norma. Bahkan, praktik poligami sudah menjadi hal yang sangat lazim di masyarakat, terlebih Islam memperbolehkan pria memiliki istri lebih dari satu.

Bahkan, Nabi Muhammad SAW juga memiliki istri lebih dari satu untuk menolong hamba sahaya maupun kaum dhuafa. Namun hal tersebut berbanding terbalik dengan poliandri yang tidak lazim, bahkan menjadi salah satu jenis penyimpangan sosial dari kebiasaan masyarakat. Bahkan, Islam juga melarang praktik poliandri dimana seorang perempuan memiliki pasangan yang sah secara hukum dan agama lebih dari satu.

Ada beberapa faktor penting yang perlu kamu ketahui mengenai sebab perempuan tidak boleh poliandri berikut ini:

1. Peranan pria sebagai kepala keluarga

Penyebab pertama karena peranan sebagai laki-laki sebagai kepala keluarga sangat penting. Pasalnya, meski sang pria memiliki beberapa istri jika ia berpoligami namun seluruh aktivitas biologis dan lain-lain masih berjalan dengan optimal.

Namun, hal tersebut berbanding terbalik jika seorang perempuan memiliki beberapa suami. Karena tidak mungkin ia bisa menjalankan berbagai aktivitas dengan baik yang disebabkan faktor psikologis termasuk haid.

2. Menimbulkan masalah dan fitnah

Alasan berikutnya, apabila seorang melakukan poliandri bukan tak mungkin akan menimbulkan masalah dan fitnah. Masalah dan fitnah tersebut akan terjadi apabila seorang perempuan mengalami hamil dan memiliki anak.

Alhasil, pastinya akan sulit untuk identifikasi siapa ayahnya dan hanya ibunya yang bisa teridentifikasi, yang tidak sejalan dengan Islam karena memperhatikan latar belakang ayah dan Ibu.

3. Menimbulkan penyakit menular

Faktor berikutnya mengenai larangan poliandri juga kaitannya dengan bahaya penyakit menular, karena memiliki beberapa pasangan. Hal tersebut akan berbahaya, karena istri nantinya sangat berisiko tertular penyakit kelamin sehingga membahayakan dari aspek kesehatan dan keluarga.

4. Kenapa perempuan tidak boleh poliandri ada dalam Kompilasi Hukum Islam

Islam tidak memperbolehkan poliandri juga ada dalam Kompilasi Hukum Islam pada pasal 40 yang disebutkan jika laki-laki dilarang menikahi perempuan yang terikat pernikahan dengan laki-laki lain.

Selanjutnya, perempuan dalam hal ini tidak boleh dinikahi apabila dalam masa iddah setelah bercerai. Itulah beberapa hal penting yang perlu kamu ketahui tentang kenapa perempuan tidak boleh poliandri beserta alasannya.

Bagaimana hukum seorang perempuan yang memiliki dua suami dalam satu waktu?

Seorang perempuan yang memiliki suami lebih dari satu disebut telah melakukan poliandri. Dalam istilah KBBI, poliandri adalah sistem perkawinan yang membolehkan seorang wanita mempunyai suami lebih dari satu orang dalam waktu yang bersamaan.

Sistem poliandri ini merupakan suatu hal yang secara jelas dilarang baik dalam hukum Islam maupun negara. Allah berfirman:

وَالْمُحْصَناتُ مِنَ النِّساءِ إِلاَّ مَا مَلَكَتْ أَيْمانُكُمْ كِتابَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ

Dan (diharamkan juga kamu menikahi) perempuan yang bersuami, kecuali hamba sahaya perempuan (tawanan perang) yang kamu miliki sebagai ketetapan Allah atas kamu (QS. An-Nisa [4]: 24).

Ayat sebelumnya menjelaskan tentang siapa saja orang-orang yang haram dinikahi, antara lain ibu kandung, saudara kandung, dan seterusnya, termasuk muhshanat. Menurut seorang ulama tafsir terkemuka Imam Fakhruddin Ar-Razy, kalimat muhshanat dapat diartikan sebagai perempuan yang iffah (senantiasa menjaga diri dari kemaksiatan), perempuan muslimah, atau perempuan yang telah bersuami.

Dua arti yang pertama tidak berpengaruh pada keabsahan akad nikah, maka makna yang tepat digunakan dalam ayat ini adalah perempuan yang telah memiliki suami. Sejalan dengan pendapat Ar-Razy, Imam Ibnu ‘Athiyah menyampaikan bahwa para ulama seperti Sahabat Ibnu Abbas ra. dan Abu Sa’id Al-Khudry ra. mengatakan kalimat muhshanat dalam ayat berarti dzawat al-azwaj atau perempuan-perempuan yang telah bersuami.

Berdasarkan ayat tersebut, seluruh ulama sepakat bahwa pernikahan kedua seorang perempuan yang masih bersuami adalah tidak sah. Ulama mazhab Syafii mensyaratkan kepada calon mempelai lelaki untuk mengetahui status calon istrinya sebelum melakukan akad nikah, apakah ia termasuk yang halal dinikahi ataukah tidak.

Ulama mazhab fikih lainnya dari mazhab Hanafi, Maliki, dan Hanbali juga berpendapat serupa, bahwa syarat bagi seorang calon pengantin perempuan haruslah terbebas dari mawani’ syar’iyah (halangan syar’i).

Misalnya, Syekh Wahbah Az-Zuhaili memberikan syarat kepada calon mempelai perempuan bahwa ia harus perempuan tulen (bukan lelaki ataupun khuntsa), tak boleh punya ikatan mahram dengan calon laki-laki, tak sedang menjalani masa iddah atau sedang dalam keadaan ihram, termasuk ia juga tidak sedang berada dalam ikatan perkawinan yang sah dengan lelaki lain.

Konsekuensi dari pernikahan poliandri adalah batalnya pernikahan selain yang pertama, yakni pernikahan yang kedua, ketiga, dan seterusnya. Batalnya pernikahan ini menyebabkan akibat hukum dengan beberapa catatan terperinci semisal kewajiban mahar, iddah, ketetapan nasab, dan ikatan kemahraman sebab mushaharah.

Aturan bahwa wanita tidak boleh memiliki beberapa suami dalam satu waktu adalah ketentuan Allah Ta’ala. Tidak ada pilihan lain bagi seorang hamba yang beriman kepada Allah kecuali menaati dan menerima dengan sepenuh hati setiap ketentuan-Nya. Karena orang yang beriman kepada Allah-lah yang senantiasa taat dan tunduk kepada hukum agama. Allah berfirman, “Hanya ucapan orang-orang beriman, yaitu ketika mereka diajak menaati Allah dan Rasul-Nya agar Rasul-Nya tersebut memutuskan hukum diantara kalian, maka mereka berkata: Sami’na Wa Atha’na (Kami telah mendengar hukum tersebut dan kami akan taati). Merekalah orang-orang yang beruntung” (QS. An Nuur: 51)

Tidaklah apa yang Allah tentukan untuk hamba-Nya melainkan pasti memiliki hikmah yang besar bagi sang hamba. Namun sang hamba wajib pasrah kepada ketentuan itu baik tahu akan hikmahnya, maupun tidak tahu hikmahnya. Kaidah fiqhiyyah mengatakan, “Islam tidak memerintahkan sesuatu kecuali mengandung 100% kebaikan, atau kebaikan-nya lebih dominan. Dan Islam tidak melarang sesuatu kecuali mengandung 100% keburukan, atau keburukannya lebih dominan ”

Adapun dalil tentang terlarangnya poliandri, diantaranya firman Allah Ta’ala :
“ Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu istrimu (mertua); anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami , kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu ” (QS. An Nisaa: 23-24)

Nah, sekarang kita semua sudah paham ya kenapa poliandri dilarang dan tidak seharusnya kita lakukan. Semoga pemaparan di atas dapat memberi manfaat dan menjadi wawasan baru bagi kita semua.